Mutilasi Benhil : Anak menghabisi Ibunya
JAKARTA, KOMPAS.com - Sigit (40) dikenal sebagai orang yang menyayangi ibunya, Siti Aminih (80). Tak ada yang menyangka bungsu dari empat bersaudara itu tega memutilasi jenazah ibunya.
Yusbianto, ketua RT tempat Sigit dan ibunya tinggal di Jalan Danau Mahalona 78, Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat, menyebut hubungan Sigit dan ibunya sangat dekat. Mereka hanya tinggal berdua di rumah tersebut.
"Istilahnya tempat curhat sehari-harinya Sigit-lah . Kalau ada apa-apa si ibunya dipeluk. Sigit enggak pulang, dicariin. Disuruh pulang," kata Yusbiantoro, Minggu (14/7/2013).
Selain Sigit dan ibunya, keluarga itu masih memiliki kakak tertua, Bambang, yang sudah berkeluarga di Semarang, Jawa Tengah. Dia bekerja sebagai kapten di salah satu kapal pesiar. Hanya sesekali dia menengok Aminih dan Sigit di Jakarta. Adapun ayah Sigit dan dua kakak lainnya telah meninggal dunia.
Menurut Yusbianto, perilaku aneh mulai diperlihatkan Sigit sejak tahun 2006. "Kalau penyebabnya, saya sebagai tetangga melihat, seperti misalnya kayak orang mau jadi direktur tapi enggak tercapai. Seperti itulah kurang lebih," ujarnya.
Saking sayangnya
Kepala Sub Direktorat Kejahatan dan Kekerasan Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Herry Heryawan mengatakan kemungkinan memang Sigit yang memutilasi jenazah ibunya. Namun, belum dipastikan apakah dia juga yang membunuh ibunya.
Dari barang bukti berupa sayatan daging, tulang dan tengkorak di rumah tersebut, Siti Aminih diperkirakan telah meninggal lebih dari sebulan yang lalu. Sigit mengakuinya saat diinterogasi polisi.
"Hasil interogasi Sigit, ibunya sakit dan terjatuh beberapa hari lalu, kemudian meninggal," ujarnya.
Setelah Aminih meninggal, Sigit sangat kehilangan. Berdasarkan pengakuannya, dia mengusap memeluk dan memelihara jenazah sang ibu, bukan menguburkannya. Namun, lambat laun, jasad itu membusuk hingga mengeluarkan ulat.
Melihat hal itu, Sigit khawatir. Ia tak mau mayat ibunya membusuk. Kemudian, dia memotong dan memisahkan daging dengan tulangnya. Kepala sang ibu diletakkan di dalam baskom hijau. Tulang belulangnya disusun rapi di atas nampan hijau dan dagingnya dimasukkan di dalam karung.
Polisi menduga Sigit menggunakan pisau dapur biasa saat memutilasi jenazah ibunya. Dua pisau dapur tergeletak di samping potongan organ di dalam kamar tersebut.
Terungkap oleh kakak
Terungkapnya kasus tersebut bermula saat sang kakak sulung, Kapten Bambang datang ke rumah, Sabtu (13/7/2013), jelang tengah malam. Ia terkejut karena tak mendapati sang ibu. Sigit yang ditemuinya tengah tercenung sendirian di ruang tengah. Ditanya keberadaan sang ibu, Sigit hanya menjawab "meninggal" tanpa memberitahu keberadaan makamnya.
Bambang kemudian mengadu ke Yusbianto, ketua RT, beserta seorang tetangganya. Bersama mereka, Bambang kembali masuk ke dalam rumahnya dan memeriksa satu per satu ruangan.
Terkejutlah mereka saat menemukan tengkorak serta tulang belulang tergeletak di lantai kamar Siti Aminih serta dua bilah pisau dapur penuh bercak darah.
"Dia (Bambang) jarang ketemu ibunya. Coba bayangin saja, anak mau ketemu ibunya di bulan puasa tapi sudah begitu, gimana coba?" ujar Yusbianto mencoba menggambarkan perasaan Bambang.
Temuan tersebut kemudian dilaporkan ke Mapolsek Metro Tanah Abang, Jakarta Pusat. Polisi yang datang kemudian langsung mengamankan Sigit dan mengirimkan tulang belulang itu ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) demi diuji kebenaran identitasnya.
Belakangan, polisi mengirim Sigit ke psikiater RS Polri Bhayangkara Raden Said Sukamto Kramat Jati untuk diperiksa bagaimana kondisi kejiwaannya. Kepala Unit Reserse Kriminal Mapolsek Metro Tanah Abang Kompol Widarto mengaku kesulitan menetapkan Sigit sebagai tersangka.
"Bagaimana mau menetapkan sebagai tersangka. Ditanya saja mencla-mencle, sulit dapat keterangan," ujarnya.
Jika hasil tes kejiwaan Sigit divonis mengalami gangguan jiwa, lanjut Widarto, pihaknya tidak bisa menerapkan pasal tindak pidana kepada Sigit. Oleh sebab itu, ia berharap hasil tes kejiwaan di RS Polri dapat keluar lebih cepat.
Source : Kompas
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment